Kamis, 29 Maret 2012

HADIST TENTANG ANJURAN MENIKAH”
Faila Sufatun Nisa’ (10530058)
  1. Redaksi Hadist
"مَنْ تَزَوَّجَ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفُ الإيْمَانِ فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ الْبَاقِي"
Artinya : Siapa yang menikah maka ia telah sempurna setengah keimanannya, maka takutlah kepada Allah terhadap setengah sisanya”
(HR At-Tabrani dalam Al-Ausat)
  1. Penjelasan Hadist
Hadis ini menyiratkan bahwa dengan melangsungkan pernikahan , seseorang menjaga dirinya dari kerusakan agama (akhlaknya) dapatlah disimpulkan bahwasanya yang paling merusak akhlak sesorang,pada ghalibnya , ialah perut dan kemaluannya. Oleh sebab itu.dengan pernikahan terpeliharalah salah satu penyebab utama kerusakan agamanya.
menikah juga merupakan hal yang dapat menyempurnakan keimanan seseorang,nabi bersabda dalam hadis tersebut tetang pentingnya sebuah pernikahan dalam ranah keimanan.
Dari Ibn Mas’ud ra berkata, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنْ اسْتَطَاعَ الْبٰاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ اَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang memiliki kemampuan, maka menikahlah, karena menikah itu bisa menundukkan mata dan menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu maka berpuasalah, karena puasa itu bisa menjadi kendali baginya”. (Riwayat Imam Bukhari, Kitab an-Nikah, no. Hadits: 5066).
Syarah Hadist
Hadis diatas memberikan motivasi kepada para pemuda dan pemudi untuk segera melaksanakan pernikahan jika sudah mampu secara lahir dan batinnya, dalam hadis diatas, menunujukan bahwa pernikahan dikaitkan dengan kemampuan, bagi yang belum mampu dan belum memiliki kesiapan untuk melaksanakan pernikahan maka, tidak termasuk glongan orang yang dianjurkan untuk menikah .
Menikah dalam teks hadits ini dikaitkan dengan kemampuan seseorang. Bagi orang yang tidak memiliki kemampuan, atau kesiapan, dia tidak dikenai anjuran menikah. Dalam komentar Ibn Hajar (w. 852H) terhadap teks hadits ini dinyatakan, orang yang tidak mampu menikah (bersetubuh) justru disarankan untuk tidak menikah, bahkan bisa jadi menikah itu baginya menjadi makruh. Memang dalam diskursus fiqh, menikah tidak serta merta menjadi sunnah, sekalipun disebutkan dalam teks hadits di atas sebagai sesuatu yang sunnah. Menikah banyak berkaitan dengan kondisi-kondisi kesiapan mempelai dan kemampuan untuk memberikan jaminan kesejahteraan.1
Pendapat ulama' tentang hukum menikah
Para ulama' berbeda pendapat tentang hukum nikah.diantaranya adalah :
Menurut para ulama' madzhab syafi'I, nikah bukan merupakan ibadah, oleh karena itu, jika seseorang menadzarkannya, maka tidak bersifat mengikat.
ulama' madzhab hanafi menganggapnya sebagai ibadah, tetapi menurut penelitian bahwa bentuk yang disukai untuk melaksanakan nikah berkonsekuensi sebagai ibadah. Barang siapa yang menafikan unsur ibadah dalam pernikahan berarti hanya memperhatikan pernikahan itu sendiri. Sedangkan mereka yang menganggapnya sebagai ibadah memandang sisi lain dari pernikahan itu sendiri.
Imam al-Ghazali menyatakan bahwa bagi seseorang yang merasa akan memperoleh manfaat dari menikah dan terhindar dari kemungkinan penistaan dalam pernikahan, sebaiknya ia menikah. Tetapi ketika ia justru tidak akan memperoleh manfaat, atau tidak bisa menghindari kemungkinan penistaan, maka ia tidak dianjurkan untuk menikah. 2




1 Afdawaiza."hadis tentang anjuran menikah" 2011 Outline mata kuliah hadis akidah

2 Ibnu Hajar al-asqolani , Fathul Baari, (Jakarta :2008) pustaka Azzami hlm 139

HADIS TENTANG FIRQAH (SEKTE)”
Oleh :FailaSufatunNisa’ (10530058)
Terdapat beberapa hadis nabi yang menerangkan perpecahan di kalangan umat-umat, baik yahudi,nashrani maupun islam dengan redaksi sanad yang berbeda – beda tapi kandungannya sama. Diantaranya hadis yang diriwayatkan oleh imam Tirmidzi.
RedaksiHadist
حدثنا الحسين بن حريث ابو عمار. حدثنا الفضل بن موسي عى محمد بن عمرو عن ابي سلمة عن ابي هريرة النبي صلي الله عليه وسلم قال : تفرقت اليهودي علي احدي وسبعين او اثنين وسبعين فرقة, والنصاري مثل ذلك .وتفرقت امتي علي ثلاث وسبعين فرقة.
Artinya : al-Turmudzi bercerita kepada kami Husayn bin Hurays Abu ‘Ammar ( yang berkata), bercerita kepada kami al-Fadl bin Musa dari Muhammad bin ‘Amr, dari Abu Salamah dan dari Abu Hurayrah, sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda “ umat yahud itelah pecah menjadi tujuh puluh satu atau tujuh puluh dua sekte, umat nasrani ( telah pecah seperti itu, dan umatku akan pecah menjadi tujuh puluh tiga sekte.1
KualitasHadist/AnalisisSanad,
Pada hadisat- Turmudzi diatas yang bersumber dari riwayat Abu Hurairah dengan sanad al- Husayn bin Hurays, oleh mukharijnya dalam hal ini dinilai sebagai hasan- shahih. Istilah ini memberikan kesan bahwa hadis itu lebih shahih dari pada hadis yang hanya dinilai shahih saja.2
SyarahHadist;
Dalam hadis tersebut nabi menerangkan / menjelaskan kepada sahabat tentang perpecahan umat-umat di dunia ini, seperti yang dikemukakan beliau tentang perpecahan umat yahudi menjadi tujuh puluh satu golongan, sama halnya dengan umat nasrani , nabi juga menyatakan bahwa umat islam juga terpecah menjadi tujuh puluh tiga sekte.
PengertianSekte
Dalam hadis tersebut termuat kalimat bahwa umat islam akan pecah menjadi tujuh puluh tiga sekte. Tentang ungkapan tujuh puluh tiga ini telah ditafsiri oleh al-Mubarakfuri sebagai jumlah sekte - sekte yang terdapat dalam lapangan teologi islam. Penafsiran bilangan yang persis ini meliputi 20 sekte dari aliran mu’tazilah, 22 sekte dari aliran syi’ah, 5 sekte dari aliran murji’ah, 20 sekte dari aliran khawarizmi, 3 sekte dari aliran najjariyyah, 1 sekte dari jabariyah, 3 sekte dari mujassimah, semua ini berjumlah tujuh puluh dua. Dan yang terakhir adalah dari al-jama’ah.
Pengertian kata sekte diambil dari bahsa arab firqoh yang jama’nya sebagaimana terdapat dalam riwayat hadist diatas. Dari sudut bahasa kata firqoh yang identic dengan sekte memilki kata lain dalam bahasa inggris, seperti part, division,section, party, group dan class. Dari kata section inilah diserap menjadi kata sekte yang memilki pengertian bagian, golongan, kelompok dll.3
PersoalanSekteDalam Islam
Persoalansekte-sekte dalam islam disebabkan oleh interpretasi kaum muslimin terhadap masalah politik yang dibawa kedalam gerakan keagamaan, karena dibahas secara agama dan kemudian mengkristal dalam lapangan teologi. Meski akhirnya tercatat dalam lembaran sejarah, tapi persoalan sekte – sekte dalam islam bersifat temporal ini terlihat dari adanya perbedaan pandangan diantara sekte - sekte.
Karena itu, untuk mengetahui penggolongan sekte – sekte dalam islam, al-syahrasytani mendasarkan pada perbedaan dalam empat persoalan pokok. Diantaranya adalah :
  1. Pembahasan tentang sifat – sifat tuhan dan pengesaan sifat tuhan. Perbedaan tentang persoalan ini menimbulkan sekte - sekte ‘asy’ariyyah, karramiyah ,mujassimah dan mu’tazilah.
  2. Pembahasan tentang qodar dan keadilan tuhan.
Perbedaan inilah yang menimbulkan sekte – sekte Qodariyyah, nijariyyah, jabariyyah, ’asyariyyah, karramiyyah.
  1. Pembahasan tentang janji dan ancaman ( al-wa’adwalwa’id) ,tentang iman, batasan iman dan keputusan sesat atau kafir yang tidak beriman sempurna. Perbedaan tentang persoalan ini menimbulkan pembahasan di kalangan sekte – sekte murji’ah, mu’tazilah, asy’ariyyah, dan karramiyah.
  2. Pembahasan tentang dalil yang bersumberkan wahyu (sama’) dan dalil akal pikiran, serta terutusnya nabi dan masalah imamah, khilafah. Perbedaan tentang pokok persoalan ini menimbulkan pembahasan di kalangan sekte – sekte syi’ah ,khawarizm, mu’tazilah, karramiyahdan ‘asyariyyah. 4

Demikian keterangan sekte atau firqoh dilihat dari hadis yang diriwayatkan oleh at- turmudzi yang terdapat dalam buku yang ditulis oleh Drs.Sa’dullah Assa’idi,MA. Yang berjudul Hadis-Hadis Sekte..


DaftarPustaka
Assa’idi, Sa’dullah, Hadis- Hadis Sekte,PustakaPelajar,Yogyakarta,cetakan I, 1996



1 Drs. Sa’dullahAssa’idi,MA,Hadis-HadisSekte,(Yogyakarta: pustakapelajar) 1996, hlm. 35

2 Drs. Sa’dullahAssa’idi,MA,Hadis-HadisSekte,(Yogyakarta: pustakapelajar) 1996, hlm. 50

3 Drs. Sa’dullahAssa’idi,MA,Hadis-HadisSekte,(Yogyakarta: pustakapelajar) 1996, hlm. 59

4 Drs. Sa’dullahAssa’idi,MA,Hadis-HadisSekte,(Yogyakarta: pustakapelajar) 1996, hlm. 78-79

PENDAHULUAN
Darwinisme menganggap seluruh kehidupan di bumi sebagai suatu hasil mutasi yang tidak disengaja atau terjadi karena sileksi alam yang meniadakan perencanaan cerdas dari Sang Pencipta. Mereka mengumpulkan seluruh struktur cacat dan organ-organ yang dianggap sisa, tidak memiliki kegunaan pada makhluk hidup.
Dalam daftar organ sisa yang dibuat oleh ahli anatomi Jerman, R. Wiedersheim tahun 1895 memuat sekitar 100 struktur, termasuk kelopak mata, usus buntu dan tulang ekor yang tidak berguna. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, dinyatakan bahwa usus buntu merupakan bagian dari system limfatik. Sebuah publikasi kedokteran tahun 1997 menyebutkan bahwa; thymus, hati, limpa, sumsum tulang, amandel, bintik-bintik dalam usus halus, dan usus buntu termasuk dari bagian limfatik yang membantu melawan infeksi.
Dan telah dinyatakan juga bahwa tulang ekor, yang dianggap organ sisa, adalah penyangga tulang-tulang di sekitar panggul dan merupakan titik pertemuan dari beberapa otot kecil. Dan karena alasan inilah, tidaklah mungkin untuk duduk nyaman tanpa tulang ekor.
Seluruh rahasia manusia terletak pada tulang ekornya. Selebihya , pertumbuhan fisik dengan menggunakan air bumi dan unsure-unsurnya kembali pada dari mana ia datang. Dengan demikian , subtansi materiil di dalam diri manusia sesungguhnya adalah sebaris tulang berukuran sangat kecil bak biji sawi, namun tidak akan pernah binasa seperti yang disebut-sebut oleh rasulullah sejak 1400 tahun silam dengan nama “tulang ekor”(‘ajab adz-dzanab).
Makalah ini aka membahas apa saja keajaiban di balik tulang ekor manusia yang telah disebutkan dalam sebuah hadis yang berkualitas shahih,yang diriwayatkan oleh abu huraiarah yang terdapat dalm kitab shahih imam muslim. (2955).



BAB I
PEMBAHASAN

  1. Redaksi hadist
و حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا الْمُغِيرَةُ يَعْنِي الْحِزَامِيَّ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ ابْنِ آدَمَ يَأْكُلُهُ التُّرَابُ إِلَّا عَجْبَ الذَّنَبِ مِنْهُ خُلِقَ وَفِيهِ يُرَكَّبُ
Seluruh (bagian tubuh)anak adam akan dimakan tanah kecuali tulang ekor.darinyalah ia diciptakan dan dengannyalah ia dirakit kembali.1
  1. Takhrij hadist
Hadis diatas terdapat juga di kitab-kitab yang lain seperti halnya di bawah ini :
الرقم
الباب
الكتاب
الرقم
4440
تفسير القران
البخاري
1
4554
تفسير القران
البخاري
2
2050
الجنائز
النسئ
3
4118
السنة
ابو داوود
4
4356
الزهد
بن مجه
5
7833
بقي مسند المكثرين
احمد
6
7934
بقي مسند المكثرين
احمد
7
9163
بقي مسند المكثرين
احمد
8
10072
بقي مسند المكثرين
احمد
9
503
الجنائز
ملك
10

  1. Ulasan Hadis
Hadis nabawi ini hadir sebagai penjelasan atas fieman Allah SWT,(QS.Qaf (50):4)
          
Artinya : Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang dihancurkan oleh bumi dari (tubuh-tubuh) mereka, dan pada sisi Kamipun ada kitab yang memelihara (mencatat).
Dari petunjuk hadis nabawi dan ayat suci ini, dapat ditarik benang merah bahwa setelah tubuh orang-orang yang meninggal dunia yang ada di kubur terurai menjadi komponen-komponen dasar penyusunnya, yaitu air dan debu bumi, maka tidak ada yang tersisa kecuali satu komponen penting. Karena itu, ayat suci diatas meyinggung ihwal air dan debu dengan ungkapan “ apa yang dihancurkan oleh bumi dari (tubuh-tubuh) mereka”. Seolah-olah yang asli dari diri mereka adalah apa yang tersisa setelah hilangnya semua itu. Hadis-hadis rasulullah juga menjelaskan apa yang tersisa dari tubuh mayit setelah mengalami penguraian, yaitu tulang ekor. Ia adalah tulang mirip biji sawi yang menjadi pangkal penciptaan,dan akan menjadi titik mula perakitan kembali manusia pada hari kebangkitan, sehingga dapat dikatakan bahwa ia adalah komponen terpenting di dalam tubuh manusia.2
  1. Syawahid al-hadist
Bukhari 4554
حَدَّثَنِي مُحَمَّدٌ أَخْبَرَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا بَيْنَ النَّفْخَتَيْنِ أَرْبَعُونَ قَالَ أَرْبَعُونَ يَوْمًا قَالَ أَبَيْتُ قَالَ أَرْبَعُونَ شَهْرًا قَالَ أَبَيْتُ قَالَ أَرْبَعُونَ سَنَةً قَالَ أَبَيْتُ قَالَ ثُمَّ يُنْزِلُ اللَّهُ مِنْ السَّمَاءِ مَاءً فَيَنْبُتُونَ كَمَا يَنْبُتُ الْبَقْلُ لَيْسَ مِنْ الْإِنْسَانِ شَيْءٌ إِلَّا يَبْلَى إِلَّا عَظْمًا وَاحِدًا وَهُوَ عَجْبُ الذَّنَبِ وَمِنْهُ يُرَكَّبُ الْخَلْقُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Nasa’I 2050
أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ عَنْ مَالِكٍ وَمُغِيرَةُ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ بَنِي آدَمَ وَفِي حَدِيثِ مُغِيرَةَ كُلُّ ابْنِ آدَمَ يَأْكُلُهُ التُّرَابُ إِلَّا عَجْبَ الذَّنَبِ مِنْهُ خُلِقَ وَفِيهِ يُرَكَّبُ
  1. Pembuktian sains
Sebagian besar manusia menganggap tulang ekor yang terletak di bagian bawah ruas tulang belakang sebagai organ sisa yang tidak memiliki fungsi berarti. Anggapan ini juga dikuatkan oleh seorang ahli anatomi berkebangsaan Jerman, R Wiedersheim. Pada tahun 1895, ia membuat daftar 100 struktur anatomi tubuh yang dianggap tidak memiliki fungsi tersebut. Salah satunya adalah tulang ekor. Namun, seiring kemajuan tekhnologi, fungsi organ tersebut kian terkuak. Tulang ekor menyangga tulang-tulang di sekitar panggul dan merupakan titik pertemuan dari beberapa otot kecil. Tanpa tulang ini, manusia tidak akan bisa duduk nyaman.
Sisi ajaib tulang ekor ini pun telah ditemukan. Oleh Han Spemann, ilmuwan Jerman yang berhasil mendapatkan hadia nobel bidang Kedokteran pada tahun 1935. Dalam penelitiannya ia dapat membuktikan bahwa asal mula kehidupan adalah tulang ekor. Darinyalah makhluk hidup bermula. Dalam penelitiannya, ia memotong tulang ekor dari sejumlah hewan melata, lalu mengimplantasikan ke dalam embrio-embrio lain. Hasilnya, tulang ekor ini tumbuh sebagai janin kedua di dalam janin tuan rumah. Untuk itulah Han menyebutnya dengan “The Primary Organizer” atau pengorganisir pertama.
Pada saat sperma membuahi ovum (sel telur), maka pembentukan janin dimulai. Ketika ovum telah terbuahi (zigot), ia terbelah menjadi dua sel dan terus berkembang biak. Sehingga terbentuklah embryonic disk (lempengan embrio) yang memiliki dua lapisan. Pertama, External Epiblast yang terdiri dari cytotrophoblasts, berfungsi menyuplai makanan embrio pada dinding uterus, dan menyalurkan nutrisi dari darah dan cairan kelenjar pada dinding uterus. Sedangkan lapisan kedua, Internal Hypoblast yang telah ada sejak pembentukan janin pertama kalinya. Pada hari ke-15, lapisan sederhana muncul pada bagian belakang embrio dengan bagian belakang yang disebut primitive node (gumpalan sederhana).
Dari sinilah beberapa unsure dan jaringan, seperti ectoderm, mesoderm, dan endoderm terbentuk. Ectoderm, membentuk kulit dan sistem syaraf pusat. Mesoderm, membentuk otot halus sistim digestive (pencernaan), otot skeletal (kerangka), sistem sirkulasi, jantung, tulang pada bagian kelamin, dan sistem urine (selain kandung kemih), jaringan subcutaneous, sistem limpa, limpa dan kulit luar. Sedangkan, Endoderm, membentuk lapisan pada sistim digestive, sistem pernafasan, organ-orang yang berhubungan dengan sistem digestive (seperti hati dan pancreas), kandung kemih, kelenjar thyroid (gondok), dan saluran pendengaran. Gumpalan sederhana inilah yang mereka sebut sebagai tulang ekor.
Dr. Othman al Djilani dan Syaikh Abdul Majid juga melakukan penelitian serupa. Pada bulan Ramadhan 1423 H, mereka berdua memanggang tulang ekor dengan suhu tinggi selama sepuluh menit. Tulang pun berubah, menjadi hitam pekat. Kemudian, keduanya membawa tulang itu ke al Olaki Laboratory, Sana’a, Yaman, untuk dianalisis. Setelah diteliti oleh Dr. al Olaki, pfofesor bidang histology dan pathologi di Sana’a University, ditemukanlah bahwa sel-sel pada jaringan tulang ekor tidak terpengaruh. Bahkan sel-sel itu dapat bertahan walau dilakukan pembakaran lebih lama.
Lebih dari itu, –dan ini yang terpenting-, ‘ajbu dz-dzanab, atau tulang ekor –sari rikadatu atau relix dalam bahasa Hindu-Budha-, berdasarkan penelitian mutakhir, sebagaimana yang disampaikan oleh Jamil Zaini, Trainer Asia Tenggara Kubik Jakarta ketika mengisi acara buka puasa bersama di al Azhar-Solo Baru dengan tajuk, “Inspiring Day; Inspiring The Spirit of Life”, tulang ekor ini merekam semua perbuatan anak Adam, dari sejak lahir hingga meninggal dunia. Ia merekam semua perbuatan baik-buruk mereka. Dan perbuatan mereka ini akan berpengaruh pada kondisi tulang ekornya. Putih bersih atau hitam kotor. Semakin banyak energy positif atau kebaikan seseorang maka semakin bersih tulang ekornya, dan semakin banyak energy negative atau keburukan seseorang maka semakin hitamlah tulang ekornya. Dalam tradisi hindu-budha, mayat orang yang mati dari mereka akan dibakar, dan di antara yang dicari setelah mayit menjadi abu adalah tulang ekornya. Mereka ingin melihat apa warna tulang ekornya; putih atau hitam. Pak Jamil pun menjelaskan bahwa sekira tahun 2004 ada pameran tulang ekornya Shidarta Gawtama. Tulang ekornya Shidarta Gawtama putih bening bersih, ini karena energy positif yang dilakukan oleh Shidarta Gawtama banyak. Dari sinilah, balasan pada hari kiamat kelak tidak akan pernah tertukar. Dari tulang ekor inilah, manusia akan kembali dicipta, dan mereka akan diberi balasan sesuai dengan kadar amal-amal mereka. Ajaibnya, ini semua sudah disabdakan oleh Nabi berpuluh abad yang lalu.
لَيْسَ مِنَ الإِنْسَانِ شَىْءٌ إِلاَّ يَبْلَى إِلاَّ عَظْمًا وَاحِدًا وَهْوَ عَجْبُ الذَّنَبِ ، وَمِنْهُ يُرَكَّبُ الْخَلْقُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Tiada bagian dari tubuh manusia kecuali akan hancur (dimakan tanah) kecuali satu tulang, yaitu tulang ekor, darinya manusia dirakit kembali pada hari kiamat.” (HR. al Bukhari, nomor 4935).
Dari petunjuk hadist di atas, Ilmuwan muslim pada paruh kedua abad ke-20 telah mendasarkan pemahaman mereka mengenai kemukjizatan hadis tentang tulang ekor ini pada kaidah pengetahuan yang paling dasar, yaitu “Tulang ekor merupakan bagian pertama yang tumbuh dari janin, biasa disebut dengan primitive streak, yaitu bagian utama yang terbentuk pada minggu ketiga”. Hal ini membuktikan kebenaran sabda Rasulullah Saw, “Dari tulang ekorlah kalian akan dibangkitkan.”3




KESIMPULAN
Dari uraian diatas, dapat ditarik ksimpulan bahwasanya, setiap organ manusia diciptakan dengan berbagai keajaiban, salah satunya adalah tulang ekor manusia, keterangan dalam hadis yang menyatakan bahwa “Seluruh (bagian tubuh)anak adam akan dimakan tanah kecuali tulang ekor.darinyalah ia diciptakan dan dengannyalah ia dirakit kembali” ternyata dapat dibuktikan secara ilmiah oleh para peneliti baik dari jerman maupun dari yang lainnya, dari hasil penelitian itu mengatakan bahwasanya tulang ekor tidak akan binasa, manusia terbentuk dari tulang ini pada fase janin. Dan bagian yang paling terpenting yang tersisa dari tubuh mayit adalah tulang ekornya yang tidak akan pernah binasa, sementara jasadnya akan terurai menjadi unsur-unsur awlnya air dan debu tanah.



DAFTAR PUSTAKA
Software mausu’ah
Najjar, Zaghlul An- “Pembuktian Sains dalam Sunnah”, (Sinar Grafika, Jakarta; 2007), jilid 3. terj. Zidni Ilham



















1 Software mausu’ah kitab shahih imam muslim no 2955

2 Dr.Zaghlul An-Najjar.pembuktian sains dan sunnah.(jakarta:2007). AMZAH, jilid 3 ,hlm. 224

3 http://www.oaseimani.com/keajaiban-tulang-ekor.html diakses pada tanggal 20 maret 2012 pukul 2.00 WIB


mahar dalam nikah


HADIS TENTANG MAHAR

  1. Redaksi Hadis
- حَدَّثَنَا يَحْيَى حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ أَبِي حَازِمٍ بن دينار عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ
أَنَّ النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال لرجل تجوج ولو بخاتم من حديد
(رواه بخاري)Artinya:
“Telah berkata Yahya, telah berkata Waqi’ dari sufyan dari Abi Hazim bin Dinar dari Sahal bin Said as-Sa’idi bahwa nabi berkata:” hendaklah seseorang menikah meskipun (hanya dengan mahar )sebuah cicin yang terbuat dari besi”(HR bukhori)

  1. Mufrodat
رجل : laki-lakiتجوج : menikahبخاتم من حديد : cincin dari besi

  1. Syarah Hadis
لرجل تجوج penggalan hadist ini menunjukan bahwa yang wajib membayar mahar itu adalah calon mempelai laki-laki, sebagai tanda kesanggupan untuk membiayai atau menghidupi istri dan sebagai penghormatan bagi istri . hal ini sesuai dengan surat annisa ayat 4 bawasannya allah secara tegas memerintahkan agar memberikan mahar kepada istri-istri yang dinikahi, meskipun pada perkembangannya mengenai khitob dari ayat tersebut ulama tafsir berbeda pendapat, sebagian ulama mengatakan bahwa hkitob ayat tersebut kepada orang tua dan sebagian lagi mengatakan khitobnya kepada suami. dan melalui hdist ini jelas bahwa kewajiban membayar mahar itu kepada suami yang hendak menikah. Jadi melauli hadist ini dapat disimpulkan bahwa mahar merupakan hak istri dan kewajiban suami.
Selanjutnya kedudukan mahar sendiri selain sebagai tanda kesanggupan suami untuk menghidupi istrinya dan sebagai penghormatan terhadap istri, dalam perspektif ulama fiqih dikatakan bahwa kedudukan mahar itu sebagai penghalan siisteri, maka dari itu ketika isteri dicerai sebelum digauli dan jumlah mahar tidak ditentukan dalam aqad maka suami tidak wajib membayar mahar, Hanya memberikan mutah.
Selanjutnya pada perkembangannya memang mahar itu bisa berbentuk materi dan bukan materi karena nabi sendiri pernah menikahkan seseorang dengan maskawin hanya hafalan al-quran seperti dijelaskan dalam salah satu hadistnya yang diriwayatkan oleh imam buhkori . atau dalam riwayatnya said rosululoh bersabda:عن ابي النعمان الأزي قال:" زَوَّجَ رسول الله صلعم إمراة على سورةٍٍ من القران ثم قال :لايكون لأحد بعدَكِ مهرا"(رواه سعيدفي سننه وهومرسل)
akan tetapi kalau kita perhatikan asbabul wurudnya dari hadist-hadist diatas bawasannya hal itu terjadi bagi laki-laki yang hendak menikah dan memang sudah pantas menikah akan tetapi tidak memiliki sesuatu yang berbentuk materi untuk diberikan kepada isteri sebagai mahar walaupun sekedar cincin dari besi. Sehingga terakhir nabi menyuruhnya dengan hafalan al-quran.
  1. Jenis Mahar
Adapun mahar bisa berupa barang ataupun jasa. Ini bisa dilihat dari nash-nash berikut ini:
1-
عن ابي النعمان الأزدي قال
:" زَوَّجَ رسول الله صلعم إمراة على سورةٍٍ من القران ثم قال :لايكون لأحد بعدَكِ مهرا"(رواه سعيد في سننه وهومرسل)
Dari Abi Nu’man al-Azidi, dia berkata bahwa rasulullah SAW menikahi seorang perempuan dengan mahar berupa surat dari al-qur’an. Kemudian dia berkata: _______________ (H.R Said dalam kitabnya, dan status hadits ini adalah mursal)
E. Macam-Macam Mahar
Mahar dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Mahar Musamma
2. mahar Mitsil

Mahar Musamma
Mahar Musamma adalah mahar yang disebutkan bentuk, wujud, atau nilainya secara jelas dalam redaksi akad.
Ini adalah mahar umum yang berlaku dalam suatu perkawinan. Mahar ini terbagi menjadi: Pertama, mahar mu’ajjal, yaitu mahar yang segera diberikan kepada isterinya. Kedua, mahar muajjal, yaitu mahar yang ditangguhkan pemberiannya kepada isteri.

Mahar Mitsil
Mahar Mitsil adalah mahar yang tidak disebutkan bentuk, wujud, atau nilainya secara jelas dalam redaksi akad.
Dalam hal ini, mahar mitsil diwajibkan dalam tiga kemungkinan:
Pertama, dalam keadaan suami tidak ada menyebutkan sama sekali mahar atau jumlahnya.
Kedua, suami menyebutkan mahar musamma, namun mahar tersebut tidak memenuhi syarat yang ditentukan atau mahar tersebut cacat seperti maharnya adalah minuman keras.
Ketiga, suami ada menyebutkan mahar musamma, namun kemudian suami istri berselisih dalam jumlah atau sifat mahar tersebut dan tidak dapat diselesaikan.
F. Syarat-syarat Mahar
Mahar yang diberikan kepada isteri harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Harta/bendanya berharga. Tidak sah mahar dengan yang tidak berharga, walaupun tidak ada ketentuan banyak atau sedikitnya mahar. Akan tetapi apabila mahar sedikit tapi bernilai maka tetap sah
2. Barangnya suci dan bisa diambil manfaat. Tidak sah mahar dengan khamar, babi, atau darah, karena semua itu haram dan tidak berharga
3. Barangnya bukan barang ghasab. Ghasab artinya mengambil barang milik orang lain tanpa seizinnya, namun tidak bermaksud untuk memilikinya karena berniat untuk mnengembalikannya kelak. Memberikan mahar dengan barang hasil ghasab tidak sah, tetapi akadnya tetap sah
4. Bukan barang yang tidak jelas keadaanya. Tidak sah mahar dengan memberikan barang yang tidak jelas keadaanya, atau tidak disebutkan jenisnya.


mahram dan wali nikah

HADIS TENTANG MAHRAM DAN WALI NIKAH
Faila Sufatun Nisa’ (10530058)
  1. Hadis Tentang Mahram
حدثنا احمد بن منيع اخبرنا ابو معاويه عن الاعمش عن ابى صالح, عن ابى سعيد قال: قال رسول الله صلى الله عايه وسلم: لا يحل لامرءة تؤمن بالله واليوم لاخر:ان تساء سفرا, يكون ثلاثة ايام فصاعد الا ومعها ابوها او اخوها او زوجوها اوابنها اوذو محرم منها
Artinya : “Ahmad bin Mani’ menceritakan kepada kami, Abu muawiyah memberitahukan kepada kami dari Al-A’masy dari Abu Sholih dari Abu Said berkata: Rasulullah saw berkata: “ Tidak halal (boleh) bagi perempuan yang percaya kepada Allah dan Hari Akhir bepergian lebih dari tiga hari, kecuali disertai ayahnya, saudaranya, suaminya, anaknya, atau orang yang berhubungan mahram dengannya.”1

Dalam alqur’an maupun hadis kita telah banyak menjumpai dalil-dalil yang menunjukan tentang wanita yang haram dinikahi. Dalam sebuah literature dikatakan bahwasanya perempuan yang haram dinikahi dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu wanita yang haram dinikahi selamanya dan wanita yang haram dinikahi untuk sementara.
  1. Wanita yang haram dinikahi selamanya, terbagi menjadi dua golongan yaitu karena adanya hubungan nasab seperti ibu,anak perempuan, saudara perempuan,bibi, keponakan perempuan, seperti yang terdapat dalam surat an-nisa’ ayat 23.dan haram karena adanya hubungan sesusuan yang meliputi ibu susuan, nenek susuan, bibi sesusuan,keponakan sesusuan,saudara perempuan sesusuan. Haram dinikahi karena adanya hubungan mushakharah atau perkawinan, seperti mertua perempuan,nenek perempuan istri, anak tiri, menantu, ibu tiri, kemudian haram dinikahi karena sudah dili’an(sudah ,elaksanakan sumpah li’an)
  2. Wanita yang haram dinikahi untuk sementara, maksud wanita disini adalah wanita yang mempunyai sebab- sebab yang mana selama sebab-sebab itu masih ada wanita itu tidak boleh dinikahi, tapi manakala sebab-sebab itu hilang maka boleh dinikahi, diantaranya adalah :
  • . memadu seorang wanita dengan saudaranya, atau dengan bibinya.
  • Wanita yang masih menjadi istri orang lain
  • Wanita yang sedang melakukan ihram
  • Wanita musyrik2

  1. Hadis Tentang Wali Nikah
حدثنا على بن حجر اخبرنا شريك بن عبدلله عن ابى اسحق. و حدثنا قتيبه اخبرنا ابو عوانت ابى اسحق. و حدثنا بندار حدثنا عبد الرحمن بن مهدى عن هسراءيل عن ابى اسحق و حدثنا عبدلله بن ابى زياد. اخبرنا زيد بن حباب عن يونس بن ابى اسحاق عن ابى بردة عن ابى موسى قال:قال رسول الله صلى الله عايه وسلم: لا نكاح الا بولى
Artinya : “Ali bin Hujr menceritakan kepada kami, Sarik bin Abdullah memberitahhukan kepada kami dari Abu Ishaq dan qutaibah menceritakan kepada kami, Abu Awanah memberitahhukan kepada kami dari Abu Ishaq dan Bundar telah menceritakan kepada kami, Abdur Rahman bin Mahdi telah menceritakan kepada kami dari Israil dari Abu Ishak dan Abdullah bin Abu Ziyad menceritakan kepada kami, Zaid bin Hubab memberitahukan kepada kami dari yunus bin Abu Ishaq dari Abu Ishaq dari Abu wardah dari Abu musa berkata ; Rassulullah Saw bersabda: tidak sah pernikahan kecuali dengan wali.”
Wali merupakan orang yang mengakadkan nikah itu menjadi sah. Wali merupakan suatu ketentuan hukum syara’ yang dapat dipaksakan kepada orang lain sesuai dengan bidang hukumnya.
Wali dalam suatu pernikahan merupakan hukum yang hrus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak menikahkannya atau memberi izin pernikahanya. Yang bertindak sebagai seorang wali adalah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum agama, seperti islam, baligh,dan cakap. Terdapat beberapa wali yang dapat bertindak sebagai wali nikah . diantaranya adalah :
  1. Wali nasab yang terdiri dari empat kelompok dengan urutan kedudukan kelompok yang satu didahulukan dari kelompok lainnya,
  • kelompok pertama terdiri dari ( kerabat laki-laki garis lurus keatas seperti ayah,kakek dari pihak ayah dan seterusnya)
  • kelompok kedua terdiri dari kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah dan keturunan anak laki-laki mereka.
  • Kelompok ketiga terdiri dari kerabat paman, saudara laki-laki kandung ayah , saudara laki-laki seayah dan keturunan anak laki-laki mereka.
  • Kelompok keempat terdiri dari saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah kakek, dan keturunan anak laki0laki mereka.
  1. Wali hakim
Wewenang wali nasab dapat dipindahkan ke wali hakim apabila terjadi suatu hal diantaranya adalah :
  • Ada pertentangan di antara para wali itu, sehingga wali hakim disini bertindak sebagai wali.
  • Jika wali nasab tidak ada atau ada tapi tidak mungkin menghadirkannya, atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau ghain, enggan, maka wali hakim berhak bertindak untuk menjadi wali bagi mempelai wanita.3

1 Moh. Zuhri, Sunan At-Tirmidzi Terj., (Semarang:CV. Ay-Syifa), 1992, hlm.507-508

2 Drs.H.Djamaan Nur,fiqh munakahat,(semarang: dina utama semarang),1993,hlm.51-57

3 Drs.H.Djamaan Nur,fiqh munakahat,(semarang: dina utama semarang),1993,hlm.65-73

Minggu, 05 Februari 2012

BAB I
PENDAHULUAN

Kebajikan dan keburukan sama-sama bersanding dalam jiwa setiap manusia. Allah SWT menngilhami jiwa setiap manusia dengan kedurhakaan serta ketakwaan. Begitu firman Allah SWT dalam surah Al-Syams ayat 8, yang artinya “diri manusia memiliki potensi kebaikan dan keburukan”.
Seperti itu jugalah sifat masyarakat dan negara yang terdiri dari banyak individu. Keburukan mendorong pada kesewenang-wenangan, sedangkan kebajikan menghantarkan pada keharmonisan. Saat terjadi kesewenang-wenangan, kebajikan berseru dan merintih untuk mencegahnya. Dari sanalah lahir perjuangan, baik di tingkat individu maupun tingkat masyarakat dan negara. Demikian itu merupakan ketetapan illahi.

Dan tidaklah kami ciptakan Iangit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main. Sekiranya kami hendak membuat sesuatu permainan, (isteri dan anak), tentulah kami membuatnya dari sisi Kami, jika kami menghendaki berbuat demikian, (tentulah kami Telah melakukannya). Sebenarya kami melontarkan yang hak kepada yang batil lalu yang hak itu menghancurkannya, Maka dengan serta merta yang batil itu lenyap. dan kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensifati (Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya).”
Oleh sebab itu Islam datang membawa nilai-nilai kebaikan menganjurkan manusia agar menghiasi diri dengannya, serta memerintahkan manusia agar memperjuangkannya hingga mengalahkan kebatilan. Atau seperti bunyi ayat di atas, melontarkan yang hak kepada yang batil hingga mampu menghancurkannya. Akan tetapi hal itu tak dapat terlaksana dengan sendirinya, kecuali melalui perjuangan. Bumi adalah gelanggang perjuangan (jihad)menghadapi musuh. Karena itu, al-jihad mȃdhin ilaa yaum al-qiyamah (perjuangan berlanjut hingga hari kiamat). Istilah Al-Qur’an untuk menunjukkan perjuangan adalah kata jihad.Sayangnya, istilah ini sering disalah pahami atau dipersempit maknanya.
Dewasa ini juga agaknya tidak ada isu tentang Islam yang sensitif dan sering diperdebatkan selain Jihad. Ia diperbincangkan dalam media massa dan buku-buku akademis, baik di timur maupun barat. Ia juga merupakan salah satu konsep Islam yang paling sering disalahpahami, khususnya oleh kalangan para ahli dan pengamat Barat.
Oleh karena itu, disini kami sedikit-banyak akan menguraikan dari tema diatas yang mana untuk konteks sekarangyang kebanyakan orang dalam memaknai teks Al-Qur’an hanya dari satu sisi saja. Dan bahkan sudah jauh dari pemaknaan yang dimaksudkan oleh Al-Qur’an itu sendiri.
Menjadi amat penting bagi setiap Muslim khususnya dan khalayak umum untuk memperoleh jawaban tuntas atas pertanyaan mendasar tentang jihad; apa itu jihad; siapa yang mesti berjihad; bagaimana caranya; kapan jihad dilaksanakan; di mana dan mengapa harus dilakukan.
Sementara itu, umat Islam kini hidup di zaman yanh jauh berbeda dengan zaman Nabi Muhammad SAW. Untuk itu, diperlukan upaya pemahaman kembali konsep jihad itu sendiri yang ada di dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Guna mengaktualisasikan kembali jihad untuk masa sekarang.
Dan yang terakhir dari kami, pastilah dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari kesalahan. Untuk itu, kami disisni mengharap kritik, saran serta tanggapan guna kedepannya lebih baik lagi dalam penyusunan tugas.





BAB II
PEMBAHASAN AYAT-AYAT TENTANG JIHAD
  1. Q.S Al-Baqarah (2) : 218


{Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

  1. Asbab An-Nuzul
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim Ath-Thabarani bahwasannya Rasulullah SAW, mengirimkan pasukan dibawah pimpinan Abdullah bin Jahsy. Mereka berpapasan dan bertempur dengan pasukan musuh yang dipimpin oleh Amru bin al-Hadrami dan terbunuhlah pimpinan pasukan itu. Sebenarnya pada waktu itu tidak jelas bagi pasukan Abdullah bin Jahsy, apakah termasuk bulan Rajab, Jumadil ̶̶ awwal atau Jumadil Akhir. Kaum Musrikin menghembus-hembuskan berita bahwa kaum Muslimin berperang pada bulan Haram. Maka Allah turunkan ayat tersebut (Q.S 2: 217). Kaum Muslimin yang ada di Madinah berkata: “Perbuatan mereka berperang dengan pasukan Amru bin Hadrami ini mungkin tidak berdosa, tetapi juga tidak akan mendapat pahala”.Maka Allah SWT, menurunkan ayat selanjutnya (Q.S 2: 218).1
  1. Tafsir Mufradat
  • جهد
Kata جهد berasal dari segi bahasa Arab, bentuk isim masdar dari fi’il ja-ha-da, yang artinya “mencurahkan kemampuan”.2 Sedangkan menurut istilah, Jihad yang diturunkan dari pengungkapan Al-Qur’an dan Al-Hadis adalah “perjuangan menegakkan kalimat Allah dengan mencurahkan kemampuan fisik dan non-fisik untuk memperoleh ridha-Nya”.3
  1. Tafsir Ayat
Pada umumnya ayat-ayat yang berbicara tentang jihad tidak disebutkan obyek yang harus dihadapi, begitu juga dengan ayat diatas.Sehingga ayat ini bersifat global atau ditujukan kepada semua umat Muhammad SAW.
Imam Ar-Raghib Al-Asfahani menyatakan dalam Al-Mufradat li Gharib Al-Qur’an, Jihad adalah mencurahkan kemampuan dalam menahan serangan musuh.4 Lebih lanjut Asfahani menambahkan bahwa jihad itu ada tiga macam, yaitu berjuang menghadapi atau melawan musuh yang tampak, berjuang menghadapi syetan dan berjuang melawan hawa nafsu. Perjuangan tersebut dilakukan dengan tangan dan lisan.
Kamil Salamah Ad-Daqs menyatakan, bahwa jihad yang ada di Al-Qur’an bermakna mencurahkan kemampuan secara penuh dan mutlak.5 Dia menambahkan lagi serta menyimpukan, bahwa jihad lebih luas cakupannya dari pada perang. Ia meliputi pengertian perang dan membelanjakan harta dan segala upaya dalam rangka mendukung agama Allah SWT, berjuang menghadapi nafsu serta menghadapi rayuan syetan.6
Ibnu Mandzur menyatakan bahwasannya, kata jihad terbentuk dari tiga kata dasar yaitu: ja-ha-da yang berarti sungguh-sungguh, usaha keras.7 Dari kata ini, kita mengenal tiga kata jadian yang maknanya sering dipisahkan dan seolah tidak memiliki keterkaitan. Tiga kata jadian itu adalah Jihad itu sendiri, Mujahadah, Ijtihad. Jihad sering dipahami(secara salah)sebagai sungguh-sungguh dengan otot, sehingga sering diartikan dengan perang fisik. Mujahadah, diartikan dengan sungguh-sungguh dengan hati dan sering dipakai oleh para sufi. Sedangkan Ijtihad sendiri sering diartikan dengan sungguh-sungguh dengan fikiran(rasional).
Dari penjelasan diatas, kata jadian: ja-ha-da(Jihad, Mujahadah, Ijtihad)memang dapat dibedakan. Namun, ketiganya tidak dapat dipisahkan dan memiliki makna integral. Sebab otot, hati, dan fikiran adalah tiga hal yang membentuk kepribadian manusia yang sempurna. Oleh karena itu, mendefinisikan jihad dengan perang fisik sangatlah tidak tepat. Kekurang tepatan jihad diartikan dengan perang fisik lebih tampak jelas ketika Nabi SAW pulang dari perang Uhud, beliau bersabda :
رجعنا من جها د الا صغا ر الى جها د الاكبر "جها د النفس"

Kita kembali dari jihad terkecil menuju jihad terbesar, yakni jihad melawan hawa nafsu”.(H.R Imam Bukhari)8
Memerangi hawa nafsu jelas bukan perang fisik, tapi memerangi nafsu diri sendiri. Memerangi nafsu diri sendiri bukan berarti bunuh diri, misal menembak atau gantung diri. Melainkan dengan membangun kesadaran diri melalui proses mujahadah.
Seperti disebutkan, Jihad pada hakikatnya semula adalah “memerangi” diri sendiri seperti yang terdapat dalam Q.S Al-Ankabut (29): 6

Dan barangsiapa yang berjihad, Maka Sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”.
Mengapa Al-Qur’an menegaskan demikian, karena tidak sedikit diantara kita yang kalah dan tidak berhasil dalam membendung nafsu ke-dirian kita. Oleh karenanya jihad menjadi sebuah kewajiban. Kewajiban itu meliputi pembelaan terhadap kebebasan beragama(Q.S Al-Hajj[22]: 39-41), membela diri(Q.S Al-Baqarah[2]: 190) dan membela orang-orang yang membutuhkan pertolongan (Q.S An-Nisa’[4]: 75).9
Jihad menjadi tolok ukur untuk menguji tinggi-rendahnya keimanan dan komitmen seseorang, serta bisa membedakan mana di antara kita yang benar-benar sabar dan mana yang tidak.10

Dan Sesungguhnya kami benar-benar akan menguji kamu agar kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu”.

Ayat tentang jihad diatas (Q.S Al-Baqarah[2]: 218) secara harfiah menyebut lafadz جهد dan tidak menggunakan lafadzقتل, sebagaimana yang terdapat pada ayat-ayat Al-Qur’an, Q.S Al-Hajj(22): 39-40.

Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, Karena Sesungguhnya mereka Telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang Telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali Karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah Telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa”.
Ayat diatas merupakan ayat yang pertama kali turun, dimana pada ayat tersebut perintah qitalatau perangbaru diizinkan oleh Allah kepada kaum Muslimin untuk membela diri.11 Sehingga pernyataan tentang jihad pada ayat tersebut tidaklah identik dengan qital atau perang. Sebab, jihad telah diserukan Allah SWT dan telah dilaksanakan Nabi bersama kaum Muslimin sejak periode Mekkah, sementara peperangan baru diizinkan Allah SWT bagi kaum Muslimin pada periode Madinah, yakni tahun kedua setelah hijrah.12

  1. Q.S At-Taubah (9) : 24

Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”
a). Asbab An-Nuzul

Dalam suatu riwayat Al-Faryabi yang bersumber dari Ibnu Sirrin dikemukakan bahwa Ali bin Abi Thalib datang ke Makkah dan berkata kepada Al-Abbas: ”Wahai pamanku, tidaklah engkau ingin Hijrah ke Madinah untuk mengikuti Rasulullah SAW ?”. Ia menjawab: “Bukankah aku ini memakmurkan masjid dan mengurus Baitullah”. Turunnya ayat(Q.S [9]:19) berkanaan dengan peristiwa yang menegaskan perbedaan antara orang yang beriman dan berjihad di jalan Allah dengan orang-orang yang yang hanya berbuat kebaikan saja. Dan kemudian Ali berkata kepada yang lainnya dengan menyebutkan namanya satu persatu: “Tidakkah kalian ingin berhijrah mengikuti Rasulullah SAW ke Madinah?”.Mereka menjawab: “Kami tinggal disini beserta saudara-saudara dan teman-teman kami sendiri”.13Dengan peristiwa ini, maka turunlah ayat selanjutnya yakni ayat ke (24) yang menegaskan bahwa orang-orang yang lebih mencintai sanak saudara, keluarga, kawan dan kekayaannya dari pada mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya, serta jihad fi Sabilillah diancam dengan azab dari Allah SWT.
b). Tafsir Mufradat

Pada ayat tersebut, kata “ahabba” terambil dari kata “hubb” yakni suka. Dimana kata tersebut mengandung arti bahwa kecintaan yang berlebih terhadap sesuatu. Sehingga mengindikasikan adanya kepentingan, kenikmatan yang bersifat duniawi saja, dan tanpa menghiraukan unsur-unsur yang lain.14
c). Tafsir Ayat
Dalam ayat ini, bertujuan untuk memperjelas larangan untuk tidak mementingkan kepentingan hubungan kekeluargaan dibandingkan dengan kepentinngan Allah SWT dan Rasul-Nya yang sebelumnya sudah terdapat pada ayat sebelumnya.
Namun disini perlu ditekankan bahwasannya, ayat ini bukan berarti melarang untuk mencintai keluarga, harta benda, jabatan, ataupun kedudukan. Betapa pun dilarang, rasa cinta ini merupakan naluri manusia itu sendiri ketika diciptakan didunia ini. Karena Allah juga berfirman didalam Q.S Ali-Imran(3): 14.

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang”.
Dalam hal ini, Allah memberikan harta-benda, orang-orang yang dikasihi, jabatan, kedudukan dan lain lain guna menciptakan rasa syukur di hati manusia dan bahwasannya hanya AllahYang Maha Esa yang mampu memberikan itu semua. Akan tetapi perlu diingat juga bahwasannya Allah SWT memberikanitu semua tidak lain agar manusia tidak lupa terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya. Namun, kebanyakan dari sifat manusia itu lebih mencintai kesenangan, gemerlap kehidupan duniawi semata. Tanpa memikirkan dari siapa itu semua berasal. Dan yang pasti, kesenangan yang bersifat materi ataupun non-materi semua hanya bersifat semu(sementara).
Dan juga mengapa Allah menurunkan ayat tersebut, yakni Allah menegaskan kepada manusia bahwa apabila mereka lebih mencintai sanak keluarga, harta-benda, jabatan, kedudukan dan kehidupan duniawi belaka dari pada mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya maka Allah sangat membenci bahkan melaknat manusia tersebut di kehidupan kelak. Atau dapat dikatakan, bahwa Allah itu enggan atau tidak mau di nomor-duakan dengan yang lain.
Ayat di atas juga memerintahkan kepada kita untuk berjihad di jalan Allah. Dapat dikatakan, bentuk sarana atau cara dalam berjihad yang ada salah satunya yakni memerangi hawa nafsu yang ada pada diri manusia dan bujuk rayuan syetan.Pada hakikatnya sangat sulit untuk membedakan antara bujuk rayuan syetan dan hawa nafsu manusia. Ulama-ulama, khususnya para Sufi menekankan bahwa pada hakikatnya manusia tidak mengetahui gejolak nafsu dan bisikan hati. Kecuali bila dapat melepaskan diri dari pengaruh gejolak tersebut.15
Disisi lain juga, syetan dalam menggoda manusia dengan pelbagai cara tipu muslihat. Salah satunya yaitu dengan melalui apa-apa yang disukai manusia pada umumnya baik itu melalui harta-benda, jabatan, kedudukan dan lain sebagainya. Dengan sarana tersebut, secara tidak lansung membawa manusia untuk asyik, terbawa dan hanyut di dalam kesenangan-kesenangan duniawi. Karena syetan tidak akan pernah berhenti dan menyerah sebelum manusia tersebut masuk dan terperangkap dalam bujuk rayuannya.


Oleh karenanya, Allah SWT menurunkan ayat ini guna menjadi petunjuk bagi orang-orang yang ingin memperoleh kedudukan yang mulia dihadapan-Nya tanpa melupakan bahwasannya hanya Allah SWT dan Rasulullah SAW-lah yang patut, pantas dan harus dicintai melebihi apapun di dunia ini.
  1. Q.S At-Taubah(9): 73


Hai nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. tempat mereka ialah jahannam. dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya”

  1. Asbab An-Nuzul
Dalam ayat diatas, tidak ditemukan asbabun nuzulnya.

  1. Tafsir Mufradat


Pada ayat diatas yang pertama, yaitu: menunjukkan titah yang ditujukan kepada Nabi SAW dan seluruh umat Islam yang mengimani ajarannya. Sedangkan pada ayat selanjutnya yakni وا غلظ عليهمDan bersikap keraslah terhadap mereka”.16
Kata اغلظ yang asal katanya adalah الغلظmerupakan lawan kata dari الرٲفة yang artinya belas kasih. Makna kata الغلظadalah kekerasan hati terhadap diri seseorang untuk memecahkan suatu masalah. Kekerasan ini tidak dapat dilakukan melalui lisan saja.17 Selain itu, lawan kata dari الغلظadalah kelembutan, atau dapat juga diartikan seperti firman Allah SWT ini, Q.S Asy-Syu’araa(26): 215

Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orng-orang yang beriman”


  1. Tafsir Ayat

Ibnu Abbas menafsirkan bahwa ayat ini merupakan perintah untuk berjihad memerangi orang-orang kafir dengan pedang atau senjata lainnya, sedangkan berjihad memerangi orang-orang munafik dengan lisan, hukuman berat, serta sikap keras.18
Sementara itu, Al-Hasan berkata, “Berjihad melawan orang-orang munafik dengan cara menegakkan hukum atas mereka karena memang merekalah yang paling banyak bersinggungan dengan masalah hukum”.
Dari penafsiran itu, Quraish Shihab menyimpulkan bahwasannya jihad itu dapat dilakukan dengan pelbagai cara yang sesuai.19Dalam tanda kutip, bahwa makna fi sabilillah dalam uraian tersebut tidak hanya mencangkup upaya jihad dengan senjata(pedang), akan tetapi juga dengan pena dan lidah serta cara-cara yang lain sesuai dengan situasi dan perkembangan ilmu serta tegnologi.
Ayat diatas turun pada periode Madinah, yang dimana Allah SWT baru memberikan izin umat Muslim pada waktu itu untuk berperang melawan orang-orang kafir dan munafik.
Dapat kita ketahui tujuan hakiki dalam berjihad yakni untuk menegakkan kalimat Allah SWT, seperti yang tertulis dalam firman-Nya:

Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya Allah Telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia Berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir Itulah yang rendah. dan kalimat Allah Itulah yang Tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(At-Taubah: 40)

Objek atau sasaran jihad tersebut adalah orang-orang kafir dan munafik pada zaman Nabi SAW. Orang-orang kafir dan munafik merupakan personifikasi kemungkaran. Dengan demikian dapat dinyatakan, bahwa objek jihad adalah segala macam bentuk kemungkaran, baik yang berupa sosok pelaku maupun wujud kemungkaran itu sendiri.


Allah berfirman:

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”.(Q.S Ali-Imran[3]: 104)

Menyeru orang untuk berbuat benar dan melarang perbuatan mungkar merupakan suatu bentuk jihad juga. Orang Mukmin harus mengajak semua orang ke jalan Allah SWT dan ajaran-Nya yang universal. Hal itu dilakukan dengan bijaksana, dengan cara yang sesuai, meyakinkan mereka dengan contoh-contoh dari pengetahuan dan pengalaman mereka sendiri yang mungkin terlalu sempit atau sebaliknya. Ajakan tersebut seyogyanya tidak terlalu dogmatik, tidak egois, tidak mendesak atau memojokkan. Akan tetapi dengan lemah lembut dan penuh pengertian.
Jihad juga dapat berbentuk memberi makan pada anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau orang miskin yang sangat fakir(Q.S Al-Balad[90]: 13-16), membantu orang yang dibelit hutang dan untuk membiayai jihadfi sabilillah(Q.S At-Taubah[9]: 60 ) dan lain-lain.

  1. Q.S Al-Hujurȃt(49): 15


Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar”.

  1. Asbab An-Nuzul
Ayat ini turun, ketika orang-orang arab badui bersumpah bahwa sesungguhnya mereka adalah orang –orang arab yang beriman,baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.20

  1. Tafsir Mufradat
  • الذينءامنوا
  • وجهدوا بامولهم وانفسهم

Pada poin pertama, ayat الذينءامنواmenunjukkan susunan kalimat yang ditujukan pada orang banyak atau jama’, yang dalam hal ini dimaksud adalah “orang-orang yang beriman”
Sedangkan pada poin kedua, ayatبامولهم merupakan bentuk jama’ dari kataمال (masdar) yang berarti harta, benda. Dan selanjutnya lafadz وانفسهمmerupakan bentuk jama’ yang berarti jiwa, nyawa, hati.

  1. Tafsir Ayat


Dari Ibnu Katsir, bahwasanya ayat tersebut menjelaskan tentang keimanan seseorang secara sempurna yakni tidak bimbang dan tidak pula goyah, bahkan semakin kokoh dalam suatu keadaan yaitu keimanan yang sebenarnya. Dan bentuk jihad dalam ayat tersebut yakni dengan seluruh jiwa dan harta benda untuk berbuat taat pada Allah dan mencari keridhaan Nya.
dalam tafsir al-mishbah dijelaskan tentang tafsiran ayat di atas mengenai siapa orang mukmin yang benar-benar sempurna imannya. Allah berfirman : sesungguhnya orang-orang mukmin yang sempurna imannya hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah menyakini semua sifat-Nya dan menyaksikan kebenaran Rasulullah dalam segala apa yang disampaikanya kemudian walau berlanjut masa yang berkepanjangan, hati mereka tidak disentuh oleh keraguan walau mereka mengalami aneka ujian dan bencana dan disamping sifat batiniyah itu mereka juga membuktikan kebenaran iman mereka melalui berjihad yakni berjuang membela kebenaran dengan mengorbankan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar dalam ucapan dan perbuatan mereka.21
















DAFTAR PUSTAKA

Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Tafsir Al-Aisar,(Jakarta: Darus Sunnah press, 2009) hlm.924
K.H. Qomarudin Shaleh, dkk, Asbabun Nuzul, (Bandung: CV. Diponegoro, 1993), hlm. 68.
Drs. Muhammad Chirzin, M.Ag, Jihad Dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997), hlm. 11.
Sayyid Quthb, Tafsir Fi-Zhilalil Qur’an, (Beirut-Lebanon: Dar Ihya Turats Al-‘Araby, 1967), 579.
Waryono Abdul Ghafur, M.Ag, Tafsir Sosial Mendialogkan Teks dengan Konteks, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2005), hlm. 184
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), volume 13, hlm. 267
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Mizan, 2007), hlm. 675.
Syaikh Imam Al-Qurthubi, Al Jami’ li Ahkaam Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), jild 8 hlm.




1 K.H. Qomarudin Shaleh, dkk, Asbabun Nuzul, (Bandung: CV. Diponegoro, 1993), hlm. 68.

2 Drs. Muhammad Chirzin, M.Ag, Jihad Dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997), hlm. 11.

3 Drs. Muhammad Chirzin, M.Ag, Jihad Dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997), hlm. 11.

4 Drs. Muhammad Chirzin, M.Ag, Jihad Dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997), hlm. 12.

5 Drs. Muhammad Chirzin, M.Ag, Jihad Dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997), hlm. 13.

6 Drs. Muhammad Chirzin, M.Ag, Jihad Dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997), hlm. 13.

7 Waryono Abdul Ghafur, M.Ag, Tafsir Sosial Mendialogkan Teks dengan Konteks, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2005), hlm. 183.

8 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Mizan, 2007), hlm. 667.

9 Waryono Abdul Ghafur, M.Ag, Tafsir Sosial Mendialogkan Teks dengan Konteks, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2005), hlm. 184.

10 Waryono Abdul Ghafur, M.Ag, Tafsir Sosial Mendialogkan Teks dengan Konteks, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2005), hlm. 184.


11 Drs. Muhammad Chirzin, M.Ag, Jihad Dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997), hlm. 23.

12 Drs. Muhammad Chirzin, M.Ag, Jihad Dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997), hlm. 23.

13 K.H. Qomarudin Shaleh, dkk, Asbabun Nuzul, (Bandung: CV. Diponegoro, 1993), hlm. 236.

14 Sayyid Quthb, Tafsir Fi-Zhilalil Qur’an, (Beirut-Lebanon: Dar Ihya Turats Al-‘Araby, 1967), 579.

15 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Mizan, 2007), hlm. 675.

16 Syaikh Imam Al-Qurthubi, Al Jami’ li Ahkaam Al-Qur’an,(Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), jild 8 hlm. 505.

17 Syaikh Imam Al-Qurthubi, Al Jami’ li Ahkaam Al-Qur’an,(Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), jild 8 hlm. 505.


18 Syaikh Imam Al-Qurthubi, Al Jami’ li Ahkaam Al-Qur’an,(Jakarta: Pustaka Azzm, 2008), jild 8 hlm. 504.


19 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), volume 5, hlm. 654.

20 Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Tafsir Al-Aisar,(Jakarta: Darus Sunnah press, 2009) hlm.924

21 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), volume 13, hlm. 267